Tempe Penyet adalah makanan khas Indonesia dari daerah Jawa Timur. Makanan ini dibuat dari tempe yang direndam di air kaldu dengan bumbu garam dan ketumbar. Tempe tersebut kemudian digoreng dan setelah masak disajikan dengan sambal . Nama penyet berasal dari Bahasa Jawa yang artinya “lumat”. Ini merujuk pada tempe ini yang ditindih dan dilumatkan sedikit bersama sambal sebelum dihidangkan.
Bahan :
150 gram tempe, goreng
2 buah cabai merah besar
8 buah cabai rawit merah
2 sdt terasi matang
garam secukupnya
1 buah tomat mengkal, iris
1 sdt air jeruk limau
daun kemangi secukupnya
Cara Membuat :
Gunakan cobek dan ulekan, ulek kasar cabai merah besar, cabai rawit, terasi, dan garam. Tambahkan limau dan irisan tomat mengkal, aduk rata.
Penyet tempe diatasnya hingga pipih.
Sajikan dengan daun kemangi.
Menjadi biasa untuk mencapai sesuatu yang LUAR BIASA, kesederhanaan bukan berarti tak punya apa-apa tapi lebih mengoptimalkan yang kita miliki
Jumat, 24 Januari 2014
TEMPE PENYET "mantaaappppz"
Senin, 20 Januari 2014
cerita pendek " Tenggelamnya Kapal Van der Wijck "
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karna novel ini dulunya tidak asing tapi
sekarang sangat - sangat asing dikarenakan banyak novel - novel terbaru.
Dan saya tidak ingin basa basi lagi silahkan baca dan cermati Sinopsis Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dibawah ini.
Roman yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka ini diterbitkan tahun 1939. Roman
ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabaudan persoalan
kekayaan yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih.
Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah
ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Zainuddin
tinggal bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya
punya perkara dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal warisan. Dalam suatu
pertengkaran Datuk Mantari terbunuh. Pendekar Sutan kemudian dibuang ke Cilacap
selama 15 tahun. Setelah selesai masa hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk
menumpas pemberontakan yang melawan Belanda.
Di sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari
keluarga ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang
ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah. Sebagai seorang pemuda yang
datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang. Apalagi tanggapan
saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan dengan Hajati
karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin
dan Hajati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap
dianggap orang asing bagi keluarga Hajati maupun orang-orang di Batipuh.
Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing,
Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hajati. Dengan
berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di
tengah jalan Hajati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk
Zainuddin.
Zainuddin menerima
kabar bahwa Hajati akan pergi ke Padang Panjang untuk melihat pacuan
kuda atas undangan sahabat Hajati yang bemama Chadidjah. Zainuddin
hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia
terusir dari pagar tribune. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hajati mendapat
ejekan dari Chadidjah. Chadidjah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hajati
dengan Aziz, kakak Chadidjah sendiri.
Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah
Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hajati.
Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta
untuk memilih, Hajati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin
kemudian sakit selama dua bulan karena Hajati menolaknya. Atas bantuan
dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah
pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.
Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil
menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil
"Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang
karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan
penerbitan buku-buku.
Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hajati pun mengikuti suaminya.
Suatu kali, Hajati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara
yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena
ajakan Hajati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir
pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau "Z"adalah Zainuddin.
Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.
Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang
menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak
membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di
Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar
malam bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh
cinta pada Hajati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi.
Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Setelah sebulan
tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi meninggalkan isterinya bersama Zainuddin.
Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk tidur.
Suatu ketika Muluk memberi tahu pada Hajati bahwa Zainuddin masih
mencintainya. Di dalam kamar kerja Zainuddin terdapat gambar Hajati sebagai
bukti bahwa Zainuddin masih mencintainya.
Beberapa hari kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hajati.
Aziz meminta supaya Hajati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian
datang pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum
obat tidur di sebuah hotel di Banyuwangi.
Hajati meminta kesediaan Zainuddin
untuk menerimanya sebagai apa saja, asalkan ia dapat bersama-sama serumah
dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak diterima baik oleh Zainuddin,
ia bahkan amat marah dan tersinggung karena lamarannya dulu pemah ditolak
Hajati, dan sekarang Hajati ingin menjadi isterinya. la tidak dapat
menerima periakuan Hajati.
Dengan kapal Van Der Wijck, Hajati pulang atas biaya Zainuddin.
Namun Zainuddin kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat
hidup bahagia tanpa Hajati. Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hajati ia
berniat menyusul Hajati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul
naik kereta api malam ke Jakarta.
Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck
yang ditumpangi Hajati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hajati tak
dapat diselamatkan. Karena luka-luka di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal
dunia. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya.
Sepeninggal Hajati, kehidupan Zainuddin menjadi sunyi dan
kesehatannya tidak terjaga. Akhimya pengarang terkenal itu meninggal dunia. Ia
dimakamkan di sisi makam Hajati.
à PEMERAN
|
Nama
|
Peran
|
1
|
Pevita Pearce
|
"Rangkayo" Hayati
|
2
|
Herjunot Ali
|
Zainuddin
|
3
|
Reza Rahadian
|
Aziz
|
4
|
Randy Danistha
|
Muluk
|
5
|
Arzetti
Bilbina
|
-
|
6
|
Kevin Andrean
|
Sophian
|
7
|
Jajang C. Noer
|
Mande Jamilah
|
8
|
Niniek L. Karim
|
Mak Base
|
9
|
Femmy Prety
|
-
|
10
|
Dewi Agustin
|
-
|
(Resensi) Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Film drama romantis Indonesia tahun 2013 yang disutradarai oleh Sunil
Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Film ini diadaptasi dari novel berjudul
sama karangan Buya Hamka. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck mengisahkan
tentang perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta
sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian. Diproduksi oleh Soraya
Intercine Films, film ini antara lain dibintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot
Ali, Reza Rahadian, dan Randy Danistha.
Dengan biaya produksi yang tinggi, Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck menjadi film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Proses produksinya sendiri menghabiskan
waktu selama lima tahun, dan penulisan skenarionya dilakukan selama dua tahun.
Film ini dirilis pada tanggal 19 Desember 2013.
SINOPSIS
Nusantara tahun 1930-an, dari tanah kelahirannya Makasar,
Zainuddin (Herjunot Ali) berlayar menuju kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang
Panjang. Di sana, ia bertemu dengan Hayati (Pevita Pearce), seorang gadis
cantik jelita yang menjadi bunga di persukuannya. Kedua muda-mudi itu jatuh
cinta. Namun, adat dan istiadat yang kuat meruntuhkan cinta mereka berdua.
Zainuddin hanya seorang melarat yang tak bersuku; karena ibunya berdarah Bugis
dan ayah berdarah Minang, statusnya dalam masyarakat Minang yang bernasabkan
garis keturunan ibu tidak diakui. Oleh sebab itu, ia dianggap tidak memiliki
pertalian darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau. Sedangkan Hayati adalah
perempuan Minang santun keturunan bangsawan.
Pada akhirnya, lamaran Zainuddin ditolak keluarga
Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz (Reza Rahadian), laki-laki kaya
terpandang yang lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Kecewa,
Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah Minang dan merantau
ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin bekerja
keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis
terkenal dengan karya-karya masyhur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara.
Tetapi sebuah peristiwa tak diduga kembali menghampiri
Zainuddin. Di tengah gelimang harta dan kemasyhurannya, dalam sebuah
pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz,
suaminya. Pada akhirnya, kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian
terberatnya; Hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal Van
der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati
tenggelam. Sebelum kapal tenggelam, Zainuddin mengetahui bahwa Hayati
sebetulnya masih mencintainya.
·
Berikut Sinopsis Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck :
Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berkisah tentang
kasih tak sampai antara sosok pemuda tampan berdarah Minang-Bugis bernama
Zainuddin diperankan Herjunot, dengan dara cantik Hayati (Pevita Pearce),
perempuan yang murni keturunan Minang. Aziz jatuh cinta kepada Hayati yang juga keturunan
Minang. Ia dan keluarganya pun melamar Hayati. Meskipun pertunangan tersebut
disetujui oleh kedua belah pihak, namun sebenarnya cinta Hayati hanya untuk
Zainuddin (Herjunot Ali), pemuda berdarah campuran Minang dan Bugis.
Karena berdarah campuran, Zainuddin dianggap tak bertalian
darah dengan kerabatnya di Minang. Karena merasa terasingkan, Zainuddin sering
curhat pada Hayati lewat surat hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Seiring berjalannya waktu, Zainuddin pun memutuskan pindah ke Padang Panjang
sesuai permintaan ibunda Hayati.
Namun sebelum berpisah, Hayati dan Zainuddin berjanji
untuk saling setia. Namun, Hayati terpaksa menikah dengan Aziz. Mendengar
pernikahan itu, Zainuddin geram dan pergi ke Surabaya. Di sana, ia menjadi
penulis terkenal dan hidup berkecukupan.
Ternyata Aziz dan Hayati juga pindah ke Surabaya
karena tuntutan pekerjaan. Lambat laun, rumah tangga mereka di ambang
kehancuran, ditambah lagi Aziz dipecat dari pekerjaannya. Hayati bersama Aziz
yang mulai hancur karena dihantam berbagai masalah lalu menumpang hidup di
rumah Zainuddin. Di balik kebaikan Zainuddin itu, sebenarnya dia masih sakit
hati kepada Hayati yang dulu dianggapnya pernah ingkar janji.
à PEMERAN
|
Nama
|
Peran
|
1
|
Pevita Pearce
|
"Rangkayo" Hayati
|
2
|
Herjunot Ali
|
Zainuddin
|
3
|
Reza Rahadian
|
Aziz
|
4
|
Randy Danistha
|
Muluk
|
5
|
Arzetti Bilbina
|
-
|
6
|
Kevin Andrean
|
Sophian
|
7
|
Jajang C. Noer
|
Mande Jamilah
|
8
|
Niniek L. Karim
|
Mak Base
|
9
|
Femmy Prety
|
-
|
10
|
Dewi Agustin
|
-
|
PRODUKSI
Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck diadaptasi dari novel mahakarya sastrawan sekaligus budayawan Haji Abdul
Malik Karim Amrullah, atau Hamka, dan menjadi film termahal yang pernah
diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Sutradara film ini, Sunil Soraya,
menegaskan bahwa hal itu disebabkan karena harus membuat suasana cerita film
seperti yang dikisahkan pada tahun 1930-an sesuai dengan era novel. Selain itu,
juga banyak riset dan hal-hal lainnya yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan
gambar yang maksimal, yang juga membuat ongkos produksi tinggi.
Observasi, proses
pra-produksi, pemilihan pemeran, sampai penulisan skenariopun dimulai sejak
tahun 2008, yang artinya sudah berjalan selama lima tahun. Sunil menyatakan
bahwa ia sempat ragu kalau film ini dapat diselesaikan karena cukup panjang
prosesnya. Salah satu elemen tersulit adalah menemukan kapal yang menyerupai
kapal Van der Wijck pada tahun 1930-an. Pada akhirnya, replika kapal
dibuat ulang dengan memesan kapal dari Belanda, yang memang menjadi produsen asli
kapal Van der Wijck.
Untuk proses
penyuntingan dilakukan selama 4-5 bulan setelah proses syuting selama 6 bulan
dengan 300 adegan. Hasilnya, film ini berakhir dengan durasi selama 2 jam 49
menit. Seluruh kostum dalam film ini dibuat oleh perancang busana Samuel
Wattimena. Sedangkan untuk penulisan skenario mengalami proses revisi selama
beberapa kali karena sutradara ingin menyampaikan semangat dan pesan novel
Hamka, tak hanya menyajikan kisah cinta biasa. Riset yang dilakukan untuk latar
dan properti otentik seperti mobil, baju, dan barang-barang era 1930-an, juga
membutuhkan waktu yang tak singkat. Proses pengambilan gambarnya sendiri
dilakukan di Medan, Padang, Surabaya, Lombok, dan Jakarta.
Kesulitan lainnya
adalah sang sutradara juga harus mencari laut yang tidak memiliki ombak
kencang, karena kapal Van der Wijck dikisahkan tenggelam bukan karena
ombak besar. Sementara tempat syuting lautnya kencang sekali. Akhirnya tim
produksi mendatangkan tenaga ahli dari luar untuk menampilkan efek tenggelam
tanpa menggunakan animasi. Salah seorang penulis skenario, Donny Dhirgantoro
menjelaskan skenario ditulis selama dua tahun dengan riset yang mendalam. Bersama
dengan Imam Tantowi, keduanya menyusun skenario yang sesuai dengan era tersebut
mengenai kapal hingga adat Minang untuk menjadi bahan bagi para pemain film.
MUSIK
Pengiring musik
dalam jalur suara untuk film ini dengan mempersiapkan empat buah lagu. Gitaris
Nidji, Andi Ariel Harsya, berperan sebagai produser untuk album jalur suara
tersebut. Proses rekaman lagu-lagu tersebut melibatkan sahabat Nidji dari Inggris,
Jason O`Bryan. Singel pertama yang dipilih berjudul Sumpah & Cinta
Matiku. Nidji menyatakan memasukkan konsep pop Britania dengan unsur musik
gregorian untuk memberi kesan megah dan kolosal.
Kritik
Setelah poster
film ini dirilis, sejumlah masyarakat Minang yang tergabung dalam sebuah grup
di jejaring sosial Facebook memrotes poster film ini yang menurut mereka tidak
sesuai dengan adat dan budaya Minang yang sangat menjunjung tinggi ajaran
Islam. Mereka mengklaim bahwa poster ini merupakan bentuk "pemerkosaan
terhadap karya Hamka, karena Nurhayati yang diperankan oleh Pevita Pearce
merupakan gadis Minang yang kuat adat dan agama, tidak memakai baju terbuka
seperti yang ada di poster. Tetapi film ini bagus dan dapat dinikamati serta bisa menjadi informasi pengetahuan bahwa dulu di daerah Indonesia pernah terjadi suatu kejadian yang sangat dramatis dan sangat bersejarah sampai terkenal di dunia.
by : Samodra --> ODA (F100100051)
Langganan:
Postingan (Atom)