Kelas Ekonusa ini meliputi hampir di
seluruh wilayah pesisir bagian utara dan selatan Pulau Jawa, dengan luas
mencapai 244.566,66 Ha. Kondisi Klimatologi relatif beriklim basah
dengan variasi curah hujan mulai rendah hingga tinggi. Umumnya di
seluruh Pantai Utara Jawa mempunyai curah hujan tinggi, sedangkan di
Pantai Selatan relatif bervariasi, dengan curah hujan tinggi di Jawa
Barat dan semakin ke timur semakin rendah. Material penyusun juga
bervariasi. Secara umum di Pantai Utara Jawa tersusun atas material
aluvium lempungan, dengan beberapa lokasi tersusun atas batuan beku
vulkanik, seperti di pantai barat dan utara Provinsi Banten, pantai
utara dan timur Gunungapi Muria di Kabupaten Pati dan Gunungapi Lasem di
Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah, sebagian pantai utara Kabupaten
Situbondo (Gunungapi Argopuro), dan pantai timur Kabupaten Banyuwangi
(Gunungapi Baluran) Provinsi Jawa Timur.
Secara umum di Pantai Selatan Jawa
tersusun atas batuan sedimen, baik berupa sedimen lepas (pasir) maupun
sedimen organik (batugamping terumbu), dan batuan beku vulkanik. Di
Provinsi Jawa Barat didominasi batuan sedimen lepas (pasir vulkanis) dan
batuan beku; di Provinsi Jawa Tengah didominasi batuan sedimen lepas
(pasir vulkanis); di Provinsi D.I. Yogyakarta tersusun atas sedimen
lepas (pasir vulkanis) di Kabupaten Kulonprogo dan Bantul, sedangkan di
Kabupaten Gunungkidul tersusun atas batuan sedimen organik (batugamping)
dan pasir terumbu; dan di Provinsi Jawa Timur mempunyai sebaran hampir
merata untuk batuan sedimen organik (batu gamping), pasir vulkanis, dan
batuam beku (aliran lava Gunungapi Wilis, Semeru, dan Raung). Potensi
mineral yang mungkin dijumpai berupa pasir marin vulkanis berwarna hitam
yang mengandung pasir besi, dan pasir terumbu berwarna putih.
Topografi berupa dataran, dengan
morfologi atau relief datar, dan kemiringan lereng secara umum 0-3%,
pada beberapa lokasi agak miring (3-8%). Pada Pantai Utara Jawa,
terbentuk oleh proses pengendapan marin (gelombang) yang berkerja sama
dengan aliran sungai (fluvial) yang bermuara ke laut (Pantai Utara Jawa
pada umumnya), sehingga dapat disebut sebagai pesisir yang terbentuk
akibat pengendapan material daratan oleh sungai (sub aerial deposition
coast). Ciri dari proses ini adalah pola saluran sungai yang
berkelok-kelok (meandering) dan di bagian muara sungai dapat membentuk
cabang-cabanga lagi, yang disebut berpola creak.
Pada Pantai Selatan Jawa, terjadi kerjasama antara aktivitas gelombang dengan angin (eolian), seperti di Pantai Cilacap (Jawa Tengah) hingga Pantai Bantul (D.I. Yogyakarta); atau murni akibat aktivitas pengendapan oleh gelombang (Pantai Selatan Jawa pada umumnya), yang membentuk kompleks bentuklahan gisik pantai, beting gisik, dan gumuk pasir.
Pada Pantai Selatan Jawa, terjadi kerjasama antara aktivitas gelombang dengan angin (eolian), seperti di Pantai Cilacap (Jawa Tengah) hingga Pantai Bantul (D.I. Yogyakarta); atau murni akibat aktivitas pengendapan oleh gelombang (Pantai Selatan Jawa pada umumnya), yang membentuk kompleks bentuklahan gisik pantai, beting gisik, dan gumuk pasir.
Di Pantai Utara Jawa, kondisi hidrologi
dikontrol oleh aliran sungai-sungai dengan debit aliran dan beban
sedimen yang tinggi, khususnya pada musim penghujan, dan kondisi
airtanah pada umumnya berasa payau hingga asin, yang hampir merata di
seluruh satuan dataran pantai yang berlumpur (endapan aluvium). Kondisi
hidrologi seperti ini merupakan faktor penyebab bahaya banjir fluvial
(saat musim hujan) dan banjir rob (saat musim kemarau), sedangkan di
Pantai Selatan Jawa, kondisi hidrologi lebih bervariasi. Pada pantai
berpasir vulkanis, dikontrol oleh aktivitas aliran sungai dan input air
hujan, yang membentuk akuifer lokal dengan kandungan airtanah tawar yang
potensial, seperti di Pantai Cilacap hingga Bantul, dan beberapa pantai
berpasir vulkanis lain secara lokal-lokal. Pada pantai berpasir
terumbu, kondisi hidrologi dikontrol oleh input air hujan saja,
membentuk akuifer lokal dengan potensi airtanah tawar yang relatif
rendah. Pada pantai berbatuan beku relatif miskin air (potensi sangat
rendah). Pada pantai berbatuan batugamping (karst), kondisi hidrologi
dikontrol oleh aliran sungai bawah tanah dan mataair karst, yang sangat
bergantung pada kondisi pemanfaatan lahan dan daerah tangkapan hujan di
bagian hulunya. Di Pantai Selatan Jawa, khususnya pada pantai berpasir
(pasir vulkanis dan pasir terumbu), sangat rentan terhadap intrusi air
laut, apabila pengambilan airtanah melebihi kemampuan daya simpan
akuifernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar